Kamis, 21 Januari 2010

FILM DOKUMENTER (SESSION 3)

FILM DOKUMENTER INDONESIA MODERN

Jika meninjau Film Dokumenter Indonesia yang telah berkembang pesat dalam dasawarsa terakhir ini, di mulai pada akhir 1990-an film dokumenter bergerak secara dinamis, antara lain mewujud dalam bentuk film advokasi sosial-politik, film seni dan eksperimental, film perjalanan dan petualangan, film komunitas, dan terutama sebagai media alternatif di bidang seni audio-visual bagi anak muda, Film dokumenter mewujud menjadi satu genre seni audio visual yang memiliki sifat demokratis sekaligus personal.

Dengan ruang kreativitas yang terbuka luas, yang tidak terbatas sebagai produk industri media dan hiburan, film dokumenter memberi kesempatan kepada semua orang untuk menampilkan diri, baik sebagai film memunculkan karya yang unik, orisinil dan khas, yang tidak terkerangkeng oleh stereotype karya-karya film dari dunia industri hiburan. Dengan karakteristik yang demikian itu, film dokumenter menjadi karya yang bersifat alternatif, baik dari segi ideologi, isi, maupun bentuk, sehingga mampu menarik minat masyarakat umum dan terutama anak muda.

Jika sebelumnya pemutaran film dokumenter di TV, masyarakat lebih mengetahuinya sebagai film penyuluhan atau program penyuluhan, dan tidak mengetahui kalau itu film dokumenter yang berbentuk propaganda atau rekayasa dari film dokumenter, menjelang akhir kekuasaan Orde Baru, Mira Lesmana, Riri Riza, Nan T Achnas membuat dokumenter seri berjudul 'Anak Seribu Pulau'. Meskipun konsepnya film dan ditayangkan di televisi, film dokumenter tersebut merupakan nafas baru bagi dunia dokumenter di Indonesia. Film tersebut hanya di istilahkan saja dokumenter televisi dan dokumenter film.
Saat itulah Mira dan kawan-kawan mampu menembus hegemoni televisi untuk menayangkan film dokumenter ke seluruh televisi. Salah satu dobrakan yang perlu di acungkan jempol. Kemudian seorang Tino Sawunggalu membuat sebuah film dokumenter yang mampu menembus jaringan bioskop. Filmnya yang berjudul 'Student Movement' adalah sebuah film mengenai peristiwa Mei 1998.

Saat ini di Indonesia , film dokumenter memang masih dilihat sebagai proyek rugi, karena biaya pembuatannya besar tapi tidak bisa dijual. Proses pembuatannya minimal 1-2 tahun. Jadi hanya produser-produser yang idealis yang membuatnya. Biasanya yang mensponsori adalah lembaga donor luar maupun dalam negeri. Tayangan Discovery-National Geography dimana semua dokumenter ada di situ, sebenarnya dapat di jadikan inspirasi bagi Indonesia di mana mereka mau dan berani investasi di documenter. Point a view mereka adalah memiliki arsip visual mengenai dunia nantinya. Menjadi agak dramatis kalau anak cucu bangsa Indonesia ingin mengetahui atau menonton kesenian Dayak harus membeli di Discovery, karena Indonesia tidak memiliki dokumentasi visualnya lagi.

Dewasa ini di media televisi, film dokumenter memang menjadi semakin berkembang walau membuat rancu sendiri. Namun demikian masih ada juga yang tetap berada di jalurnya, dan mendistribusikan filmnya ke festival atau TV asing. Sebuah Festival yang cukup besar dan bergengsi di Belanda adalah International Documentary Festival Amsterdam (IDFA) yang menjadi pelopor festival dunia untuk dokumenter. Dalam Festival ini berbagai jenis kriteria penilaian untuk film dokumenter di berikan penghargaan.

Namun demikian, saat ini perkembangan Film Dokumenter Indonesia menjadi semakin dinamis yang di tandai dengan tumbuhnya komunitas – komunitas film di seluruh pelosok Nusantara. Dapat di katakan bahwa anak muda Indonesia sekarang ini sedang demam film dokumenter. Pemutaran film dokumenter dan worshop – workshop tentang bagaimana membuat film dokumenter dan kiat mengikutkan karya pada Festival baik di dalam maupun di Luar negeri telah menjadi program komunitas – komunitas film tersebut dimana tak lain dan tak bukan adalah sebagai langkah mempertajam posisi Film Dokumenter sebagai sebuah genre film yang sedang trend saat ini.
Juga dengan maraknya beberapa forum yang memberikan sesi dokumenter, memberikan kesempatan pembuat film memproduksi dan di apresiasi dengan menyelenggarakan berbagai kompetisi film dokumenter yang tujuannya adalah memberikan stimulan bagi para pembuat film atau movie maker Indonesia.

Penyelenggaraan Festival Film Dokumenter ini telah di lakukan secara berkala seperti di Amsterdam tersebut walau memang belum terlalu signifikan. Paling tidak cukup berbangga hati ketika sebuah Festival Film Dokumenter di Indonesia telah mendatangkan sutradara-sutradara asing untuk mengikutsertakan filmnya, karena dengan demikian Film dokumenter Indonesia akan menjadi semakin tumbuh dan berkembang lebih lagi. Ajang penghargaan Film dokumenter di Indonesia tercatat dengan Penyelenggaraan Festival Film Dokumenter yang di laksanakan secara berkala setiap tahun, yaitu JIFFEST ( Salah satu Kategori Penghargaannya adalah untuk Film dokumenter), Festival Film Dokumenter (FFD) yang berbasis di Jogja, serta Eagle Award yang lebih kepada Festival Film Dokumenter Televisi.

Tahun 2010 mendatang, sebuah penyelenggaraan Festival Film Dokumenter dengan tema – tema Nusantara akan di gelar untuk lebih mendekatkan sineas – sineas muda kepada sejarah dan peradaban bangsanya sendiri. Di harapkan bahwa nantinya Indonesia akan memiliki aset visual berupa film – film dokumenter yang berbasis Nusantara. KFN- DOCUFEST 2010 akan menjadi sebuah ajang kompetisi Film dokumenter yang kompeten dengan menghasilkan film – film nusantara yang di buat oleh movie maker – movie maker yang mumpuni.

Pembuat film dokumenter memang harus berusaha keras untuk mengembangkan film dokumenter di Indonesia. Beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan mengikuti festival-festival film ini dan melakukan berbagai cara memanfaatkan fasilitas teknologi yang saat ini telah berkembang pesat dengan seperti memperbanyak salinan film ke dalam bentuk digital cd atau dvd untuk disebarkan ke publik melalui berbagai organisasi atau komunitas. Pembuat film dokumenter di Indonesia pertama-tama harus percaya pada film yang hendak dibuatnya. Film yang diciptakan, seharusnya datang dari sesuatu yang benar-benar "merangsang" pembuat film tersebut untuk memproduksi film tersebut, baru kemudian mengarahkan ke pasar dengan menentukan siapa saja yang sekiranya harus menonton film tersebut.

Dalam hal ini, merujuk kepada pentingnya Film Dokumenter yang di lihat dari nilai peradaban sebuah bangsa, dapat di katakan bahwa film dokumenter adalah merupakan investasi jangka panjang, paling tidak untuk arsip visual. Banyak objek dan kejadian sejarah Nusantara yang patut di dokumentasikan sebagai arsip bangsa yang tentunya akan menjadi sebuah harta yang tak ternilai harganya di masa depan.

(Di adaptasi dari berbagai sumber)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda